Oleh: Abdul Kholis
Daffa Maheswara Wiryawan bersama sang ayah, Didik Tri Cahyo.
Ini bukan fiksi, tapi nyata terjadi. Agustus lalu, Daffa Maheswara Wiryawan, siswa Kelas XI Madrasah
Aliyah Negeri (MAN) 4 Pondok Pinang, Jakkarta, mengharumkan nama Bangsa
Indonesia di pentas lomba International
Youth Robotic Competition (IYRC) di Kuala Lumpur, Malaysia. Pada kompetisi
IYRC ini, Daffa menggondol juara 2 (Silver Prize) untuk kategori
Maker Challanger pada International Youth Robotic Competition (IYRC) 2017.
Tahun lalu, dalam kompetisi serupa
di Daejon,
Korea Selatan, siswa ini juga menyabet Juara 1 untuk
kategori Coding Mission dan Juara 3
untuk kategori Robot Creative. Ia
mengalahkan peserta dari Israel dan Amerika Serikat. Padalah, dua negara itu
menyertakan siswa siwa yang cukup kreatif dan tangguh.
Umur Daffa baru 15 tahun, namun
postur tubuhnya tinggi besar. Menunjukkan asupan gizi anak berprestasi ini
sangat terpenuhi. Sebagai orang tua, saya tergelitik ingin tahu, apa rahasia
orang tua Daffa dalam mendidik anaknya itu. Dugaan awal saya, pasti anak ini
ikut kursus robitic dan makan banyak suplement
food. Ternyata tidak, kemahirannya merakit robot ia dapatkan secara
otodidak (belajar sendiri) hasil dari browsing
di internet. Dan, memang ia anak yang cerdas.
Selidik punya selidik, ternyata dia
anak teman saya: Didik Tri Cahyo. Kebetulan. Tidak terlalu sulit saya untuk
menggali informasinya. Saya tidak menyangka dengan jawaban teman saya itu yang
begitu sederhana. “Anak saya kreatif, karena saya kasih gizi yang cukup baik.
Dia doyan banget makan ayam goreng dan telur bumbu pedas. Jarang sekali saya
memberi food suplement atau vitamin,” tutur sang ayah.
Teman saya itu menceritakan, hampir
setiap hari istrinya menyediakan ayam goreng kesukaan buah hatinya. Terkadang,
memasak telur sambal pedas sebagai pelengkap. Tentu saja sayuran tidak
dilupakan.
Kenapa ayam dan telur?
Teman saya menjawab diplomatis,”Daging
ayam dan telur kan gizinya tinggi dan mudah didapat. Bisa dibeli di pasar atau
di tukang sayur yang lewat depan rumah.” Dari obrolan singkat itu, saya jadi
tahu rahasia kehebatan Daffa Maheswara Wiryawan. Gizi dari daging ayam dan telur
adalah rahasiannya.
Telur vs
Kerupuk Kaleng
Rahasia kehebatan Daffa semestinya bisa menginspirasi
masyarakat Indonesia, khususnya kaum ibu, untuk selalu menyediakan daging ayam
atau telur ayam sebagai menu harian di keluarganya. Tapi apa faktanya? Berdasarkan
data Pemerintah, konsumsi telur masyarakat Indonesia hanya 100 butir per orang
per tahun. Dengan data di atas, berarti masyarakat rata-rata hanya makan 1
butir telur setiap tiga hari. Padahal, harga satu butir telur ayam hampir
sebanding dengan satu bongkah kerupuk kaleng.
Suatu ketika, seorang kawan yang bekerja di Kementerian Kesehatan
melontarkan pertanyaan mengenai harga kerupuk kaleng dan sebutir telur ayam
kepada saya. Dari pertanyaannya, saya baru sadar: harga 2 bongkah kerupuk kaleng
ternyata lebih mahal dari sebutir telur ayam.
Sekadar merinci buat Anda yang tak percaya, harga sebongkah
kerupuk kaleng saat ini Rp1.500, sementara harga sebutir telur ayam sebesar Rp2.000.
Jadi, harga dua bongkah kerupuk kaleng lebih mahal Rp1.000 dibanding harga sebutir
telur ayam. Betul?
Padahal
dari segi kandungan gizi, jangankan dua bongkah, sekarung kerupuk pun kandungan
gizinya jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan sebutir telur ayam. Tapi
begitulah faktanya, kerupuk mendapat tempat yang lebih istimewa dalam pola
konsumsi orang Indonesia ketimbang telur ayam. Bagi banyak orang Indonesia,
bukan makan namanya bila tanpa kerupuk.
Bagaimana dengan tingkat konsumsi daging ayam
masyarakat Indonesia? Setali tiga uang alias sami mawon (Bahasa Jawa – sama saja). Tingkat konsumsi daging
ayam masyarakat Indonesia masih minim jika dibandingkan dengan negara tetangga
seperti Malaysia. Tahun 2016, menurut data PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk
(CPIN), tingkat konsumsi daging ayam masyarakat Indonesia baru mencapai 9 kilogram
(kg) per kapita per tahun. Sedangkan Malaysia mencapai 36 kg per kapita per
tahun. jauh sekali bedanya.
Masih rendahnya tingkat konsumsi telur dan daging ayam masyarakat Indonesia, disebabkan karena sebagian masyarakat belum menyadari bahwa telur dan daging ayam adalah sumber protein yang sangat murah. Jika dibandingkan dengan harga ikan atau daging sapi, telur dan daging ayam jauh lebih murah. Bahkan jika dibandingkan dengan tempe, harga per kilogram telur pun masih lebih murah. Simak tabel di bawah ini.
Masih rendahnya tingkat konsumsi telur dan daging ayam masyarakat Indonesia, disebabkan karena sebagian masyarakat belum menyadari bahwa telur dan daging ayam adalah sumber protein yang sangat murah. Jika dibandingkan dengan harga ikan atau daging sapi, telur dan daging ayam jauh lebih murah. Bahkan jika dibandingkan dengan tempe, harga per kilogram telur pun masih lebih murah. Simak tabel di bawah ini.
Tabel di atas menunjukkan bahwa jika kita menilai harga
makanan sumber protein berdasarkan harga per gram protein, maka harga protein
telur ayam adalah termurah. Harga protein telur hanya Rp144/gram, lebih murah
dibanding harga protein tempe (Rp181/gram). Selain itu ayam dan telur
mengandung asam amino assensial yang bermanfaat untuk kesehatan dan kecerdasan
otak.
Di Balik “Mitos” Telur dan Daging Ayam
Apa pemicu rendahnya konsumsi telur dan daging ayam di
Indonesia?
Banyak orang yang mengira rendahnya konsumsi ini
semata-mata karena daya beli masyarakat yang masih minim. Fakta membuktikan,
salah satu pemicunya adalah pola belanja masyarakat yang tidak berorientasi
prioritas pada kesehatan dan kecerdasan, kurangnya pemahaman, serta kesadaran
gizi masyarakat yang belum lebih baik.
Buktinya, banyak orang takut makan telur karena
takut kolesterol. Ada juga yang beranggapan bahwa daging ayam broiler juga
mengandung suntikan hormon yang berbahaya jika dikonsumsi. Tapi anehnya, mereka
tidak takut merokok yang jelas-jelas ada peringatan bahwa rokok itu berbahaya
bagi kesehatan jatung, paru-paru, ibu hamil dan sebagainya. Aneh, bukan?
Sudah saatnya, isu negatif mengenai ayam boriler dan
telur ayam harus dijernihkan. Anggapan bahwa ayam pedaging (broiler) bisa cepat
besar karena disuntik hormon, hal ini sama sekali tidak beralasan. Sebab, harga
1 dosis hormon 1 kali suntik bisa mencapai 5 USD (Rp65.000), padahal harga ayam
di tingkat peternak kurang dari Rp 20 ribu/ekor. Jelas tidak masuk akal
peternak menyuntik ayamnya dengan hormon.
Ketakutan masyarakat yang hanya berdasar “prasangka”
tersebut juga perlu diluruskan, karena di Indonesia, hormon sebagai pemacu pertumbuhan
atau penggemukan dan hormon lain yang sejenis dilarang diedarkan dan
dipergunakan berdasarkan surat Edaran Direktur Kesehatan Hewan no.
329/XII/4-1—1983. Jadi, sebanarnya aman-aman saja mengkonsumsi ayam broiler.
Proses pertumbuhan ayam pedaging (broiler) yang cepat
adalah hasil persilangan puluhan tahun sesuai dengan kaidah ilmu genetika,
sehingga dihasilkan ayam dengan mutu genetik yang bagus. Hal ini juga terjadi
pada komoditi padi, jagung dan komoditi pertanian lain yang telah melalui
proses perbaikan genetik, sehingga dihasilkan komoditi yang lebih produktif.
Cepatnya pertumbuhan ayam broiler juga tak terlepas
dari soal nutrisi yang terkandung di dalam pakan ayam. Indonesia cukup kaya
dengan bahan baku nutrisi untuk pertumbuhan ayam pedaging. Industri yang
mengolah pakan ayam berkualitas juga cukup banyak. Salah satunya adalah Trouw Nutrition Indonesia.
Trouw Nutrition Indonesia merupakan perusahaan premix terbesar di Indonesia
yang menyediakan produk pakan khusus dan nutrisi terbaik bagi industri
peternakan serta perikanan di Indonesia.
Masyarakat yang masih khawatir terhadap rentannya ayam
broiler terkena berbagai jenis penyakit tampaknya juga mesti diberi pencerahan
yang benar. Produksi ayam pedaging di Indonesia saat ini jauh lebih aman dibandingkan
di beberapa di luar negeri. Sebab, cukup banyak perusahaan kesehatan hewan yang
secara fokus dalam bidang kesehatan peternakan. Ceva adalah salah satunya. Ceva merupakan satu dari
Top 10 perusahaan kesehatan hewan yang tumbuh dengan sangat cepat.
Saya pernah membaca materi presentasi drh. Ignatia
Tiksa Nurindra, Veterinary Service Ceva Animal Health Indonesia, tentang Infectious
Bronchitis (IB). Dalam presentasinya dia mengatakan, virus IB yang diisolasi di
Indonesia didominasi oleh strain QX like dan Malaysia variant. Dari data yang
dikumpulkan selama tahun 2015-2016, penggunaan kombinasi vaksin Cevac IBird
(1/96 dari grup 793 B) dan vaksin IB Mass mampu menurunkan tantangan terhadap
IB dan mampu mengurangi kerugian di farm dengan tantangan IB yang tinggi. Informasi
ini cukup melegakan tak hanya para peternak, namun juga para penggemar daging
ayam di dalam negeri.
Di sisi lain, “mitos” masyarakat bahwa telur penyebab
bisul juga harus “dianulir”. Sebab, kasus ini hanya terjadi pada orang-orang
tertentu yang menderita alergi telur yang jumlahnya sedikit sekali. Orang
yang tidak memiliki riwayat alergi pada telur tentu saja tidak perlu
khawatir, karena justru telur mengandung protein hewani dengan asam animo yang
sangat lengkap dan bermanfaat untuk pertahanan tubuh, perbaikan sel-sel tubuh
dan sel-sel otak sehingga manfaatnya untuk kesehatan dan juga kecerdasan.
Telur mengandung kolesterol baik, bukan kolesterol
jahat. Banyak kasus kolesterol di masyarakat pada umumnya bukanlah karena
telur maupun komoditi peternakan lainnya, melainkan karena masakan digoreng
dengan minyak secara berulang-ulang, hingga menghasilkan kolesterol jahat.
Peneliti Nutrisi Telur asal Amerika
Serikat Dr. Don Mc Namara, dalam sebuah tulisannya, menyebutkan, telur dalam menu makanan akan
dapat mengurangi resiko sakit jantung, kanker payudara dan usus, penyakit mata,
kehilangan masa otot pada manula, membantu menjaga berat badan, serta
meningkatkan kecerdasan otak.
Nah, sekarang sudah paham, kan? Kalau ingin anak Anda
cerdas dan berprestasi seperti Daffa Maheswara Wiryawan, ayo biasakan makan
telur dan daging ayam setiap hari.
Sign up here with your email
2 komentar
Write komentarSelamat atas keberhasilan menjadi juara 2 kompetisi Blog Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) 2017. semoga sukses
ReplyTerima kasih Mas Bams yang luar biasa...beliau ini "suhunya" Media..
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon